Mamuju, ide-ta.com – Ketua KPU Sulawesi Barat (Sulbar) Said Usman Umar menjadi narasumber dalam kegiatan dialog yang diadakan Ma’Refat Institute. Dialog tersebut bertajuk korelasi perencanaan pembangunan dengan tahapan Pilkada yang digelar di perhelatan Ma’REFAT Informal Meeting Ke-8 (REFORMING#8).
Said Usman menyampaikan, tema dialognya menarik. “Beberapa dialog yang telah dihadiri, bagi kami tema korelasi perencanaan pembangunan dengan tahapan Pilkada, mengarah pada demokrasi subtantif.”
“Ada dua pemantik dalam diskusi ini, saya sebagai penyelenggara Pemilu, mencoba mengurai bagaimana proses tahapan Pilkada serentak. Pemantik lainnya, Muhammad Muttakim membahas tentang perencanaan pembangunan. Dari sini, banyak info yang dapat kami olah untuk arah pembangunan daerah kedepannya,” kara Said.
Poin pentingnya, arah pembangunan daerah selama ini tidak jelas, karena visi-misi yang ditawarkan Paslon kepala daerah rata-rata didasari kondisi pasar, untuk mengejar elektabilitas, sehingga RPJPD cenderung diabaikan, apalagi RTRW sebuah daerah.
“Dari diskusi ini, kami dapat menarik kesimpulan sementara bahwa tahun ini bukan hanya tahun politik, tapi juga tahun perencanaan pembangunan jangka panjang. RPJPN Tahun 2005-2025 akan berakhir dan Bappenas sudah memiliki Rancangan akhir RPJPN 2025-2045 dengan visi Menuju Indonesia Emas,” jelasnya.
Rancangan tersebut akan menjadi dasar penyusunan RPJPD, dan harapannya, agar calon kepala daerah yang akan berkontestasi pada Pilkada 2024 dalam menyusun visi-misi dan programnya, wajib mendasari RPJPD, kalau perlu termasuk RTRW, sisi lain Pemprov dan Pemda melalui Bappeda mesti menggenjot penyusunan RPJPD 2025-2045 dan RTRW sebelum pendaftaran calon Pilkada.
“Dengan ini, arah pembangunan daerah kedepannya akan jelas dan tentu akan terkoneksi dengan pembangunan Nasional oleh Pemerintah Pusat. Ini yang kami maksud demokrasi substantif dan tentu merupakan tanggungjawab kita semua,” ungkap Said.
Said menambahkan, sekedar catatan bahwa dalam PKPU Pencalonan Kepala Daerah, visi dan misi calon wajid didasari RPJPD, dan beberapa hari lalu KPU RI telah melakukan penandatanganan MoU dengan Bappenas untuk mengawal arah Indonesia Emas 2045 yang tentu akan ditindaklanjuti KPU Daerah.
Pemantik yang juga hadirkan dalam diskusi tersebut Ir. Mohammad Muttaqin Azikin menyampaikan pandangannya. Tema yang dibicarakan merupakan rangkaian dari tema-tema sebelumnya yang berbicara tentang proses politik dan kaitannya dengan pengarusutamaan tata ruang, yang berkisar seputar pengawalan dokumen perencanaan dalam tahapan pilkada.
Hal tersebut menjadi penting, karena dokumen perencanaan yang dirumuskan, baik yang saat ini menjadi pedoman ataupun yang saat ini sedang dirancang di waktu mendatang, secara keseluruhan merupakan produk resmi yang harus dipegang teguh sebagai rujukan atau panduan.
Dalam hal itu, sebagai warga, perlu mencermati dua dokumen penting. Yang mana akan menentukan arah dari pembangunan daerah. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen perencanaan pembangunan RPJPN–RPJPD Provinsi–RPJPD, Kabupaten/Kota, juga RPJMN–RPJMD.
“Dokumen-dokumen tersebut termasuk dalam kategori perencanaan strategis. Ada juga dokumen lain selain itu, yaitu dokumen perencanaan spasial ruang, yakni, RTRW Nasional – RTRW Provinsi–RTRW Kabupaten/Kota,” kata Mohammad Muttaqin.
Kedua jenis dokumen tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan. Karena keduanya saling terkait dan saling berhubungan, yang menentukan arah pembangunan Indonesia, dan juga secara khusus daerah.
Sebagai tahap akhir dari periode RPJPD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sehingga saat-saat ini pula, merupakan tahun-tahun yang menentukan, karena semua daerah berada dalam masa perumusan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang baru atau RPJPD untuk 20 tahun mendatang.
“Pertanyaan pentingnya, apakah dokumen-dokumen perencanaan tersebut betul-betul menjadi perhatian bagi setiap kontestan? Masalahnya, dalam pengamatan saya sejauh ini, hampir dokumen tersebut tidak dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan kontestasi Pemilu maupun Pilkada,” ungkap Muttaqin.
Sebagai contoh, Kota Makassar yang di-branding sebagai “Kota Dunia.” Dalam satu dua dekade terakhir ini, kita tidak tahu ke arah mana sebetulnya pembangunan Kota Makassar. Pembangunan yang dilakukan seolah tidak berpijak pada dokumen perencanaan, namun semata berbasis proyek.
Ini kondisi yang mengerikan dan tidak baik-baik saja. Dokumen perencanaan tidak menjadi rujukan dalam penetapan program-program yang dijalankan. Problemnya, anggaran yang digunakan adalah anggaran yang bersumber dari publik, sementara kita sebagai warga tidak mengetahui ke arah mana pembangunan kota kita.
(*)